Agama
sebagai Alienasi, Karl Marx
Kritik
terhadap Agama
Membicarakan
hal-hal yang termasuk ideologi dan suprastruktur pada akhirnya akan menggtiring
kita ke dalam pembicaraan tentang agama. Inti pandangan Marx dalam konteks ini
sangat mengejutkan. Bila dicermati seksama, Marx kadangkala membicarakan agama
dalam ungkapan yang baik sekali, namun dalam kesempatan lain berubah sangat
kasar dan kejam. Menurutnya, agama sama sekali adalah sebuah ilusi. Rasa
takut adalah sebuah ilusi dengan konsekuensi yang sangat menyakitkan. Agama
adalah bentuk ideologi yang paling ekstrem dan paling nyata – sebuah system kepercayaan
yang tujuan utamanya adalah dapat memberikan alasan dan hukum hukum agar
seluruh tatanan dalam masyarakat bisa berjalan sesuai dengan keinginan penguasa.
Pada kenyataanya, agama sangat bergantung pada kondisi ekonomi. Sebab
tidak satupun doktrin dan kepercayaan-kepercayaan agama yang mempunyai
nilai-nilai independen. Walaupun doktrin satu agama berbeda dengan yang lain,
namu bentuk-bentuk spesifik yang ada dalam berbagai masyarakat pada akhirnya
tergantung pada satu hal, yaitu kondisi sosial kehidupan yang pasti juga
bergantung pada kekuatan materi yang bisa mengatur masyarakat dimanapun dan
kapan pun.
Marx
mengaskan bahwa kepercayaan kepada tuhan atau dewa dewa adalah lambing kecewaan
atas kekalahan dalam perjuangan kelas. Kepercayaan tersebut adalah sikap
memalukan yang harus di enyahkan, bahkan dengan cara paksaan. Diantara para
teoritikus yang dibahas dalam buku ini, bahkan freud sekalipun, tidak ada yang
membicarakan agama sekesar marx.
Perseteruan
abadi ini, menurut marx, mempunyai akar jauh yang melampaui sekadar
perdebatan-perdebatan intelektual. Marx sedari mudanya sudah memutuskan untuk
menolak agama. Saat itu, menyakatakan keyakinannya sebagai seorang ateis.
Penyebab Marx sampai berpandangan demikian, apakah didorong faktor sosial,
intelektual, semata-mata masalah pribadi ataukah kombinasi dari beberapa hal,
sangat sulit diketahui. Dia mungkin merasa kecewa kepada ayahnya yang dengan
begitu mudah berpindah agama menjadi Kristen hanya untuk mempertahankan
karirnya sebagai pengacara di prusia. Marx juga tidak memiliki hasrat untuk
mengikuti paham anti semit yang menjadi kecendrungan Kristen militant Negara
prusia saat itu. Penolakan mentah mentah marx terhadap keimanan ini bukan
kepada Kristen semata, tapi pada seluruh agama. Dalam pengantar disertasinya,
dia membubuhkan kata-kata promheteus dari legenda yunani kuno sebagai mottonya,
“Aku benci semua dewa”. Alasan marx adalah dewa-dewa tersebut
tidak mengakui bahwa kesadaran diri manusia adalah derajat ketuhanan tertinggi.
Sebenarnya
penolakan marx terhadap agama adalah salah satu sisi yang berbeda dengan
kampanye intelektual yang dilancarkan agar semua menelanjangi keburukan agama.
Sampai decade 1840-an, Marx belum menulis tentang eksplanasi detil tentang apa
yang disebutnya kritik terhadap agama. Baru setelah melewati priode paling
penting dari pemikirannya, dan setelah membaca tulisan Ludwich Feuerbach
– seorang materialis penganut Hegelian muda di berlin – kenyataannya
menjadi lain.
Seperti
para akademis lain di berlin saat itu, Feurebach adalah seorang pengikut setia
hegel, kendati pada akhirnya menjadi salah satu seorang kritikus utama
idealism. Pada tahun 1841 dia membuat sebuah sensasi dengan menulis sebuah buku
yang menyerang agama ortodoks yang berjudul The Essence of Christiany .
perdebatan sengit yang termuat dalam buku ini makin menjadi-jadi ketika dia
kembali meluncurkan dua buah buku yang bertujuan menyerang system sacral dalam
pemikiran hegel. Artinya, Feuerbach pun menjadi pahlawan bagi
mahasiswa-mahasiswa radikal di berbagai Universitas German.
Walaupun
Feeuerbach menulis bukunya dengan bahasa filosofis yang sukar dipahami untuk
ukuran saat itu, seperti ketika dia membicarakan konsep “kesadaran” dan
alienasi”, namun akar pemikirannya tidak terlalu sulit untuk dilacak. Menurut
feurbach, paham Hegelian dan teologi Kristen sama-sama melakukan kesalahan yang
serupa. Kedua-duanya sama-sama membicarakan sesuatu yang teralineasi – tentang
Tuhan atau Yang Absolut – padahal yang sebenarnya mereka membicarakan adalah
kemanusiaan itu sendiri. Ahli teologi Kristen beranggapan bahwa seluruh
kualitas kualitas personal manusia yang sangat kita agungkan , hal hal ideal
seperti kebaikan, keindahan , kebenaran kebijaksanaan, cinta, kekuatan dan lain
lain, pada akhirnya akan tercabut dari manusianya sendiri dengan
mengatasnamakan kekuatan supernatural yang kita sebut Tuhan. Hegel
pun punya pemikiran yang tidak jauh berbeda. Dia mengedepankan ide ide
abstrak seperti kebebasan. Rasio, kebaikan, kemudian dia merasa harus
“mengobjektivkan” semua itu dengan cara mengklaimnya sebagai ekspresi dari
sesuatu yang absolut, sesuatu yang adispirit, tak terlihat dan dial ah yang
mengatur dunia nyata ini.
Hal ini
sama kelirunya dengan anggapan teologi Kristen tadi. Konssep rasio dan
kebebasan seharusnya digambarkan sebagai bagian alamiah manusia itu sendiri.
Teologi Kristen dan filsafat Hegel
adalah contoh bentuk “alienasi kesadaran manusia”. Keduanya telah
merampas apa yang seharusnya dimiliki oleh manusia dengan memberikannya kepada
sesuatu yang sebenarnya asing, yaitu Yang Absolut atau Tuhan.
Setelah
membaca argumentasi-argumentasi Feurbach, Marx sepenuhnya sepakat dengan nya.
Rincian-rincian pandangan Feuerbach tersebut kemudian diadopsi oleh Marx. Dia
menjuluki Feuerbach dengan sang penakluk system kuno filsafat Hegelian. Dan
menurrutnya bukunya adalah salah satu bukku yang memuat revolusi teoritis
setelah buku hegel.
Marx menulis “ seseorang yang mencari
manusia agung dalam realitas sorga yang fantastis tidak akan menemukan siapapun
kecuali refleksirefleksi dirinya sendiri. Kemudian marx menambahkan bahwa inti
dari kritiknya terhadap agama adalah karena sesungguhnya manusialah yang
menciptakan agama, bukan agama yang menciptakan manusia.
Marx menilai Argument Feuerbach
mengandung kelemahan dibeberapa tempat. Pertama, jika kita
mempermasalahkan kenapa manusia tidak mau memanfaatkan potensi-potensi yang ada
dalam diri mereka sendiri dan kenapa mereka bersihteguh mengatakan diri mereka
penuh dosa dan mengabdikan dirinya kepada tuhan? Menghadapi pertanyaan ini Feuerbach
belum dapat mengemukakan jawaban yang memuaskan. Dia cendrung menjawab bahwa
itu adalah takdir manusia untuk teralienasi --- mendera diri dengan penderitaan
atas nama tuhan. Tetapi, menurut Marx jawaban tentang alienasi ini terdapat
didepan mata kita. Semuanya akan terlihat jelas ketika kita mendekati masalah
itu dengan menggunakan prespektig materialis dan ekonomis.
Menurut Marx, agama merampas
potensi-potensi ideal kehidupan alami manusia dan mengarahkannya kepada sebuah
realitas asing dan unnatural yang kita sebut tuhan; ekonomi kapitalis
merampas hal yang lain dari ekspresi alami manusia, yaitu produktivitas kerja
mereka dan merubahnya menjadi objek objek materi, sesuatu yang bisa
diperjual-belikan dan dimiliki oleh orang lain. Agama telah merampas nilai
lebih kitasebagai manusia dengan memberikannya kepada tuhan, begitu juga dengan
ekonomi kapitalis yang telah merampas pekerjaan kita, ekspresi kesejatian diri
kita dan kemudian memberikannya dalam bentuk komoditi kepada kaum kaya yang
akan menjualnya.
Bagi Marx, Agama adalah bagian dari
suprastruktur masyarakat dan ekonomilah yang menjadi pondasinya. Keterasingan
yang terdapat pada agama pada dasarnya adalah sebuah gambaran ketidakberesan
yang terdapat pondasi masyarakat, yaitu ekonomi. Maka bukti bukti alienasi yang
terdapat dalam agama tersebut harus dilihas sebagai refleksi, sebuah pantulan
keterasingan manusia yang paling nyata. Dan keterasingan ini lebih bersifat
ekonomi dan material ketimbang spiritual.
Atas dasar ini, dapat dipahami kenapa agama
bagi kebanyakan masyarakat merupakan kekuatan terbesar dan tempat pelarian
terakhir. Sebab agama mempunyai kelebihan tersendiri dibanding
suprastruktur-suprastruktur yang lain dalam masyarakat, karena agama mampu
memberikan dan mengarakhkan kebutuhan emosional manusia yang teraleniasi,
manusia yang tidak bahagia.
Marx menuliskan ungkapan pedas dalam
bukunya yaitu :
“kepedihan yang dialami oleh
manusia dalam agama pada saat ini yang sama adalah ekspresi kepedihan yang
dalam, yaitu kepedihan dalam ekonomi dam merupakan bentuk protes melawan
kepedihan yang lebih dalam tersebut. Agama adalah lambang ketertindasan, agama
adalah hati dari sebuah dunia yang tidak punya nurani, agama adalah roh dari
keadaan yang tidak punya jiwa sama sekali. Agama adalah candu masyarakat.
Untuk meraih kebahagiaan yang
sebenarnya, manusia harus menghapus agama, karena dia hanya memberikan
kebahagiaan khayalan. Tuntutan untuk menghilangkan khayalan yang diberikan
agama adalah tuntutan untuk menghilangkan kondisi-kondisi yang membutuhkan
khayalan itu sendiri.”
Maka, menjurut Marx, fungsi yang
dimainkan agama dalam kehidupan masyarakat sama seperti candu pada diri
seorang. Dengan agama, penderitaan dan kepedihan yang dialami oleh masyarakat
yang tereksploitasi dapat diirnigkan oleh melalui dunia fantasi oleh
supranatural tempat dimana tidak ada lagi penderitaan, tidak ada lagi
penindasan.
Bagi Marx, agama seperti khayalan
kahayalan tentang dunia fantasi dan menjadikan agama sebagai bisnis yang sangat
menguttungkan, dengan demikian jika tuhan atau alam gaib tidak ada, maka
beragama sama saja dengan mengkonsumsi candu – semata mata hanya untuk sebagai
tempat pelarian dari kenyataan. Jadi, lari dari kenyataan adalah inti yang
diberikan agama kepada kaum tertindas sementara yang tidak tertindas mereka
hanya kebetulan beruntung bisa mengatur alat-alat produksi.
Pemikiran Marx tentang agama begitu
keras dan kasarnya. Baginya, kepercayaan kepada tuhan dan keselamatan surgawi
bukan hanya sekedar ilusi, tetapi bahkan melumpuhkan dan memenjarakan manusia.
Agama telah melumpuhkan para buruh dengan membayangkan kepada mereka
fantasi-fantasi, sehingga rasa marah, frsutasi yang mereka butuhkan untuk
menggalang revolusi menjadi mati. Pada saat yang sama, Agama juga memenjarakan
manusia dengan memperkenalkan penindasan melalui penciptaan system kepercayaan
yang mengajarkan bahwa penderitaan dan kemiskinan adalah kenyataan hidup yang
harus diterima dan dijalani dengan tabah. Begitulah Marx menyimpulkan seluruh argument dan pendapatnya tentang agama.




Comments
Post a Comment